Pengertian Piutang
Piutang seringkali menjadi aset perusahaan
paling besar nilainya dan tingkat likuiditasnya tinggi karena melihat kecepatan
aset tersebut dapat dikonversi menjadi kas dalam operasi normal, seperti
menjual barang atau jasa. Oleh sebab itu, nilai piutang sangat mempengaruhi
aset lancar perusahaan. Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2008) piutang
memiliki pengertian hak yang didapat dari orang ataupun perusahaan yang
diharapkan dapat ditagih sehingga menghasilkan kas.
Pengertian lain mengenai piutang menurut
Firdaus A. Dunia (2005) ialah klaim dalam bentuk uang terhadap perusahaan
ataupun perseorangan yang timbul dari penjualan barang dan jasa secara kredit
dan peminjaman uang.
Klasifikasi Piutang
Piutang pada umumnya dapat dikelompokkan
menjadi piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang yang berasal dari
penjualan barang dan jasa yang merupakan kegiatan usaha normal perusahaan
disebut piutang usaha (trade receivables). Sedangkan piutang jenis
lain-lain seperti piutang pegawai (employee receivables), piutang bunga,
piutang dari perusahaan afiliasi, piutang pemegang saham, dan lain-lain. Namun
menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004) dalam banyak kasus, piutang usaha
adalah ”piutang terbuka” tanpa jaminan, dan sering disebut sebagai accounts
receivable.
Penggolongan piutang menurut SAK yaitu
menurut sumber terjadinya, ialah piutang usaha dan piutang lain-lain. Sedangkan
pengklasifikasian bisa dengan beberapa cara. Pertama, piutang terdiri dari
piutang usaha (trade receivables) dan piutang non-usaha (non-trade
receivables). Cara pengklasifikasian yang lain, piutang terdiri dari
piutang yang bersifat lancar atau jangka pendek, dan piutang tidak lancar atau
jangka panjang.
Namun, secara garis besar pengelompokkan
piutang berdasarkan Warren, Reeve, dan Fess (2008) adalah sebagai berikut :
1) Piutang usaha (accounts
receivable)
Transaksi yang paling banyak memungkinkan
menciptakan piutang adalah penjualan barang secara kredit. Piutang
usaha ini normalnya akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek,
seperti 30-60 hari yang dikelompokkan sebagai aset lancar.
2) Wesel tagih (notes receivable)
Wesel tagih adalah tagihan yang didukung
dengan janji tertulis debitur untuk membayar pada tanggal tertentu. Wesel tagih
diperkirakan akan tertagih dalam jangka waktu setahun. Wesel bisa digunakan
untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan.
3) Piutang lain-lain (other
receivables)
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara
terpisah dalam neraca. Apabila tertagih dalam waktu satu tahun maka
dikasifikasikan sebagai aset lancar, jika penagihannya lebih dari satu tahun
maka diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar di bawah akun investasi.
Piutang ini meliputi piutang bunga, piutang pajak, piutang pejabat atau piutang
karyawan.
Pengakuan Piutang
Piutang diakui dengan menggunakan accrual basis.
Yang dimaksud dengan accrual basis adalah piutang diakui pada saat terjadinya
transaksi, bukan pada saat diterimanya uang pembayaran. Piutang ini timbul
karena adanya transaksi antara penjual dengan pembeli, yang pembayarannya
dilakukan pada saat yang akan datang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyajian dalam jurnal nya sebagai berikut :
Account
Receivable (Dr) xxx
Sales(Cr) xxx
|
Penyajian pada saat penerimaan uang adalah sebagai berikut :
Cash
(Dr) xxx
Account
Receivable (Cr) xxx
|
Penilaian dan Pelaporan
Piutang
Sesuai dengan SAK No. 1 (Revisi 1998),
piutang usaha disyaratkan untuk disajikan secara wajar dalam neraca
perusahaan, yang digolongkan ke dalam aset tidak lancar.
Secara teori, semua piutang dinilai dalam
jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan penerimaan kas di masa
datang. Oleh karena itu, piutang usaha berjangka pendek. Sebagai ganti dari
menilai piutang usaha pada nilai sekarang yang didiskontokan, akuntansi
mewajibkan pelaporan piutang sebesar nilai realisasi bersih (net realizable
value). Hal ini berarti bahwa piutang dilaporkan dalam jumlah bersih dari
estimasi piutang tak tertagih dan diskon usaha. Tujuannya adalah untuk
melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan yang benar-benar diperkirakan
diterima secara tunai atau mencerminkan realitas ekonomi yang sebenarnya
sehingga sesuai dengan matching concept.
Penyajian piutang usaha dalam neraca disajikan sebesar jumlah
yang diharapkan dapat diterima, dimana jumlah yang diharapkan diterima ini
belum tentu sama dengan jumlah yang secara formal tercantum dalam laporan
klien. Hal ini karena perusahaan telah mengurangi dengan penyisihan terhadap
piutang yang mungkin tidak dapat ditagih, konsep penilaian demikian menunjukan
bahwa aktiva harus dinilai sebesar manfaat yang diterima dimasa yang akan
datang.
Piutang Tak Tertagih
Di samping memperoleh manfaat dari
penjualan yang dilakukan secara kredit seperti meningkatnya pendapatan
penjualan dan laba, perusahaan juga biasanya menanggung beban operasi atas
adanya piutang tak tertagih. Hal ini biasa timbul dari kegagalan perusahaan
memperoleh pembayaran dari para pelanggan.
Adapun tiga variabel penting dalam
proses collection (penagihan) yang harus diperhatikan oleh
manajemen perusahaan, yaitu:
· Kemampuan membayar piutang
· Itikad baik untuk membayar piutang
· Kondisi perekonomian
Dalam menentukan kapan piutang usaha menjadi tak tertagih, tidak
ada satu pun ketentuan umum yang dapat digunakan. Karena pada kenyataannya
seorang customer gagal untuk mambayar piutang sesuai kontrak atau perjanjian
tidak berarti utang-utang tersebut tidak tidak akan dapat tertagih. Bangkrutnya
customer adalah salah satu petunjuk yang paling signifikan mengenai tidak
tertagihnya sebagian / seluruh piutang. Petunjuk lainnya meliputi penutupan
bisnis customer atau gagalnya upaya penagihan setelah dilakukan beberapa kali
usaha.
Adapun metode akuntansi untuk mencatat dan melaporkan beban
piutang tak tertagih menurut Kieso & Weydgant adalah sebagai berikut :
1. Metode Penyisihan (Allowance
Method)
Metode ini disebut juga metode tidak langsung. Dalam metode ini
perusahaan. Metode ini akan menggunakan akun Penyisihan Piutang Tak Tertagih
yang memiliki saldo normal di kredit. Akun ini merupakan contra account asset
yang memperlihatkan kemungkinan klaim piutang tak tertagih di masa depan.
Jurnal untuk penyisihan piutang tak tertagih ini adalah :
Bad Debt
Expense (Dr) xxx
Account
Receivable (Cr) xxx
|
Ada 2 cara untuk mengestimasi jumlah penyisihan untuk piutang
tak tertagih, yaitu :
1. Persentase Penjualan
Pendekatan ini bertujuan untuk melaporkan piutang usaha di
neraca pada nilai bersih yang dapat direalisasikan, pendekatan ini juga disebut
dengan pendekatan Laba / Rugi. Melalui pendekatan ini debitur telah menentukan
perkiraan (melakukan estimasi ) berapa persen dari penjualan yang tidak dapat
ditagih (Uncollectible Receivables). Pendekatan ini tepat digunakan
jika customer memiliki sejarah yang baik mengenai kredit macet dengan penjualan
kredit tahun sebelumnya. Jurnal untuk pendekatan penjualan adalah :
Bad Debt
Expense (Dr) xxx
Allowance
For Doubful Accounts (Cr) xxx
|
2. Persentase Piutang
Pendekatan ini melihat menggunakan Analisis Umur Piutang (Aging
Schedule) Salah satu cara perusahaan dalam mengontrol piutangnya dengan
menggunakan aging schedule, yaitu daftar piutang usaha yang di dalammnya berisi
saldo piutang usaha, nama pelanggan beserta umur piutang usaha. Dengan
menggunakan cara ini, perusahaan dapat menganalisis piutangnya dan
mengelompokkannya menurut lamanya piutang tersebut beredar. Semakin lama
piutang tersebut beredar semakin kecil kemungkinan piutang tersebut tertagih,
perusahaan dapat menentukan umur piutangnya berdasarkan tanggal jatuh temponya.
Estimasi persentase untuk piutang yang tidak dapat ditagih dapat berbeda-beda
sesuai dengan kategori umur piutang berdasarkan pengalaman masa lalu. Biasanya
umur piutang usaha di kelompokkan menurut jumlah hari dibawah 60 hari, 60 – 90
hari, 91 – 120 hari, diatas 120 hari. Jurnal untuk pendekatan piutang adalah :
Bad Debt
Expense (Dr) xxx
Allowance
For Doubful Accounts (Cr) xxx
|
3. Metode Langsung (Direct Write off
Method)
Perusahaan akan menerapkan metode langsung jika piutangnya sudah
pasti tidak akan tertagih. Hal ini dilakukan oleh perusahaan dengan mendebet
akun beban piutang tak tertagih (uncollectible account expense) dan mengkredit
akun piutang usaha (account receivable).
Bad Debt
Expense (Dr) xxx
Account
Receivable (Cr) xxx
|
Metode ini digunakan apabila :
- Perusahaan kesulitan dalam mengestimasi jumlah
piutang tak tertagih secara wajar.
- Jumlah customer yang dimiliki perusahaan
relatif kecil.
Penghapusan Piutang
Metode Direct Write-off dan allowance merupakan metode yang
digunakan dalam menentukan besarnya penyisihan piutang tak tertagih. Persentase
atas nilai tersebut merupakan estimasi manajemen perusahaan atas kemungkinan
kerugian akibat tidak terbayarnya piutang perusahaan. Bila debitur bangkrut
atau dinyatakan pailit, sudah pasti piutang perusahaan tidak dapat ditagih.
Untuk menangani hak tersebut, perusahaan harus menghapuskan piutang dan
menghilangkan akun penyisihan piutang tak tertagih atas piutang yang
jelas-jelas tidak dapat ditagih.
Jurnal penghapusan piutang adalah :
Allowance
For Doubful Accounts (Dr) xxx
Account
Receivables (Cr) xxx
|
Bila suatu ketika perusahaan menerima pembayaran atas piutang
yang telah dihapuskan, hal itu merupakan suatu keuntungan bagi perusahaan.
Perusahaan harus memunculkan kembali piutang yang sebelumnya dihapuskan dan
kemudian menghapus piutang tersebut karena telah dibayar. Jurnal atas piutang
yang sebelumnya dihapuskan dan saat ini dibayar adalah :
1. Piutang
Usaha (Dr) xxx
Penyisihan Piutang Tak
Tertagih (Cr) xxx
2. Kas /
Bank (Dr) xxx
Piutang Usaha (Cr) xxx
|
. Pengendalian Internal
atas Piutang Usaha
Masalah untuk meminimalkan piutang usaha
tanpa harus kehilangan bisnis yang diinginkan adalah hal yang penting. Piutang
seringkali tidak menghasilkan pendapatan bunga, dan biaya yang timbul dari
piutang tersebut harus ditutupi oleh margin laba. Berdasarkan buku yang ditulis
oleh Stice, Stice, dan Skousen (2004) dikatakan bahwa semakin lama suatu
piutang dimiliki tanpa adanya bunga yang dihasilkan, semakin kecil persentase
pengembalian yang direalisasi atas modal yang diinvestasikan (p.487).
Dari hal di atas, maka perlu ada
pengendalian internal atas piutang.Beberapa aspek dari pengendalian internal
yang baik atas piutang menurut Firdaus A. Dunia (2005) adalah sebagai berikut :
1) Mencocokkan
fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi)
dari ”fungsi akuntansi untuk piutang”. Dengan demikian pegawai yang
menangani akuntansi untuk piutang usaha dan wesel tagih tidak boleh dilibatkan
dengan aspek operasi seperti menyetujui kredit.
2) Pegawai
yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil
tagihan piutang.
3) Semua
transaksi pemberian kredit, pemberian potongan, dan penghapusan piutang harus
mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
4) Piutang
harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (account receivables
subsidiary ledger). Total dari saldo-saldo buku tambahan ini harus
dicocokkan dengan buku besar yang bersangkutan, paling tidak sebulan
sekali. Di samping itu, pada akhir bulan para pelanggan (debitur) harus
dikirimkan surat pernyataan piutang bulanan (monthly statement of
account).
5) Perusahaan
harus membuat daftar piutang berdasarkan umumnya (aging schedule).
0 komentar:
Posting Komentar