Investasi berkaitan engan berbagai macam aktivitas
dan terbagi menjadi dua, yaitu aset riil
dan aset finansial. Aset riil misalnya
tanah, emas, mesin dan bangunan. Aset
finansial misalnya deposito, saham, dan obligasi.
Menurut Tandelilin (2001), tujuan investasi adalah untuk
:
Menghasilkan
sejumlah uang
Untuk
mendapat kehidupan yang lebih layak / baik dimasa yang akan datang.
Menurut Soetrisno (1985) yang menjelaskan tentang kriteria usulan
proyek, investasi adalah pengeluaran yang pertama atau ongkos permulaan proyek,
yaitu ongkos yang dikeluarkan mulai studi kelayakan, pembangunan proyek sampai
dengan pembukaan proyek .Ongkos / biaya ini disebut
dengan project cost (ongkos proyek) atau ongkos permulaan (initial cost). Dalam analisis criteria usulan proyek tahun
permulaan proyek ditandai dan disebut dengan tahun ke nol.
Aspek
Penting dalam Capital Budgeting
1. Gunakan Selalu Cash Flow
Dalam melakukan capital budgeting, yang selalu digunakan
adalah cash flow, bukannya accounting profit.Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik yang
sangat berbeda. Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di
kemudian hari, sementara arus kas benar-benar merupakan kas yang sudah diterima
di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan kembali.
Misalnya, jika kita mempunyai tanah, perlengkapan dan
aset tetap lainnya, tentunya terdepresiasi selama beberapa tahun umur
ekonomisnya. Dalam perhitungan laba akuntansi, depresiasi dimasukkan dalam
komponen beban yang mengurangi laba akuntansi, padahal depresiasi tidak
mengurangi arus kas. Sehingga, cash flow menjadi
lebih relevan dalam melakukan capital budgeting.
2. Think
Incrementally
Berusaha untuk selalu think incrementally, yakni
bagaimana tambahan yang dihasilkan oleh suatu proyek terhadap kondisi yang ada
sekarang? Apakah dengan mengambil proyek yang satu ini akan menghasilkan
tambahan yang menguntungkan, ataukah justru lebih menguntungkan jika tidak
melakukan apapun?
Misalnya, ketika perusahaan ingin memperbarui
peralatan produksi yang sudah dimilikinya selama beberapa tahun dengan yang
baru, dan menjual yang lama. Tentunya harus diperhitungkan incremental cash
flow setelah pajak yang dihasilkan dari peralatan produksi yang baru tersebut.
Mungkin saja ternyata incremental cash flow yang dihasilkan justru negative
karena biaya perawatan peralatan baru lebih mahal, misalnya sementara
penghematan tidak terlalu signifikan.
3. PerhitungkanOpportunity Cost
Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang
hilang ketika seseorang memilih suatu alternative dibandingkan dengan
alternative lainnya. Opportunity cost merupakan komponen yang seringkali
dilupakan maupun salah dihitung dalam evaluasi capital budgeting. Hal ini
seringkali disebabkan karena orang seringkali tidak menyadari adanya peluang
lain yang dapat dihasilkannya.
Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah
pribadi yang kita beli dengan harga Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk
suatu proyek.Harga pasar tanah ini sekarang sekitar 2 miliar. Kesalahan yang
seringkali terjadi adalah sama sekali tidak menghitung penggunaan tanah pribadi
sebagai opportunity cost atau hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai
opportunity cost, padahal potensi penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya
jadi opportunity cost.
4. Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan
Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di
masa lalu dan tidak akan muncul lagi dari suatu proyek atau investasi baru.
Oleh karena itu, menjadi tidak relevan untuk memperhitungkan sunk cost dalam
suatu analisa capital budgeting, karena biayanya sudah terjadi sementara
keputusan investasi yang diambil baru akan terjadi di masa depan.
Misalnya, ketika suatu perusahaan melakukan riset
pasar terhadap produknya, maka itu adalah sunk cost. Sehingga, ketika melakukan
evaluasi capital budgeting sebelum produksi dijalankan, sunk cost tersebut
tidak diikutsertakan, karena memang sudah terjadi dan tidak akan terjadi lagi
di masa depan.
5.Konsekuensi proyek
Dalam melakukan analisa capital budgeting, Anda
harus punya pandangan jauh ke depan. Arahkan fokus Anda juga kepada
implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan proyek yang Anda ambil.
Apakah ada risiko atau kemungkinan buruk yang memunculkan biaya tidak terduga?
Jika ada biaya-biaya yang tersembunyi, perhitungkan juga dalam analisa.
Misalnya, proyek dari pengembangan produk baru, tentunya
berpotensi untuk memakan pangsa pasar dari produk yang lama. Sehingga ini juga
penting untuk dipertimbangkan.
Langkah-langkah Capital Budgeting:
1. Biaya proyek harus ditentukan
2. Manajemen harus memperkirakan aliran kas yg diharapkan
dari proyek, termasuk nilai akhir aktiva
3. Risiko dari aliran kas proyek harus diestimasi. (memakai distribusi probabilitas aliran kas)
4. Dengan mengetahui risiko dari proyek, manajemen harus
menentukan biaya modal (cost of capital) yg tepat untuk mendiskon aliran kas
proyek
5. Dengan menggunakan nilai waktu uang, aliran kas masuk
yang diharapkan digunakan untuk memperkirakan nilai aktiva.
6. Terakhir, nilai sekarang dari aliran kas yg diharapkan
dibandingkan dengan biayanya.
Metode dalam Capital Budgeting
Syamsuddin (2007) menyatakan, ada beberapa metoda dalam Capital
Budgeting untuk penentuan rangking investasi dan pengambil keputusan,yaitu:
1.
Average Rate of Return
Metode Average Rate of Return atau sering
disebut juga dengan Accounting Rate of Return, menunjukkan prosentase
keuntungan netto sesudah pajak dihitung dari Average Investment atau Initial investment.Metode
ini mendasarkan diri pada keuntungan yang
dilaporkan dalam buku (Reported Accounting Income), (Bambang Riyanto, 1995).
Metode accounting rate of
return adalah metode penilaian investasi yang mengukur seberapa besar tingkat
keuntungan dari invetasi.Metode ini menggunakan dasar laba akuntansi sehingga
angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak (EAT) yang dibandingkan
dengan rata-rata investasi.
Untuk menghitung rata-rata EAT dengan cara menunjukkan EAT (laba setelah
pajak) selama umur investasi dibagi dengan umur investasi. Sedangkan untuk menghitung rata-rata investasi adalah
investasi ditambah dengan nilai residu dibagi 2.
Setelah angka accounting rate of return dihitung
kemudian dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang diisyaratkan. Apabila
angka accounting rate of return lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang
diisyaratkan, maka proyek investasi ini menguntungkan, apabila lebih kecil
daripada tingkat keuntungan yang diisyaratkan proyek ini tidak layak.
Kebaikan metode ini adalah sederhana dan mudah,
karena untuk menghitung ARR cukup melihat laporan rugi-laba yang ada. Sedangkan
kelemahan metode ini mengabaikan nilai waktu nilai waktu uang (time value of
money) dan tidak memperhitungkanaliran kas (cashflow).
Contoh:
Perusahaan “Sari Delima” sedang menilai dua
buah proyek A, dan B, yang masing-masing membutuhkan initial investment
sebesar Rp. 6.000.000,00 untuk proyek A, dan Rp 7.200.000,00 untuk proyek
B. Perusahaan akan menggunakan metode garis lurus (stright-line method)
dalam mendepresiasi kedua proyek tersebut. Umur ekonomis masing-masing
proyek adalah 6 tahun dan tidak ada nilai residu pada akhir tahun ke-6.
|
Berdasarkan informasi di atas, maka diketahui bahwa:
Proyek A
|
Proyek B
|
|
Initial Investment
|
Rp 6.000.000,00
|
Rp 7.200.000,00
|
Depresiasi
|
Rp 1.000.000,00
|
Rp 1.200.000,00
|
Jumlah cash inflow untuk
masing-masing proyek dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
CI = EAT + D
Di mana: CI = Cash Inflow
EAT = Earning after taxes atau laba bersih
sesudah pajak
D =
Depresiasi
Tabel 1 menyajikan jumlah proyeksi
laba bersih sesudah pajak dan cash inflow untuk masing-masing proyek.
Tabel 1
Initial Investment, Earning After
Taxes dan Cash Flow untuk
Kedua
Usulan Proyek Perusahan “Sari Delima”
Proyek
A
|
Proyek
B
|
||||
Initial
Investment
Rp 6.000.000,00
|
Initial
Investment
Rp 7.200.000,00
|
||||
Tahun
|
EAT
|
CI
|
Tahun
|
EAT
|
CI
|
Rp.
|
Rp.
|
Rp.
|
Rp.
|
||
1
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
1
|
3.300.000,00
|
4.500.000,00
|
2
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
2
|
1.000.000,00
|
2.200.000,00
|
3
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
3
|
800.000,00
|
2.000.000,00
|
4
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
4
|
100.000,00
|
1.300.000,00
|
5
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
5
|
100.000,00
|
1.300.000,00
|
6
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
6
|
100.000,00
|
1.300.000,00
|
Rata-rata
|
1.000.000,00
|
2.000.000,00
|
900.000,00
|
2.100.000,00
|
Average rate of return
Perhitungan average rate of return didasarkan atas jumlah keuntungan
bersih sesudah pajak (EAT) yang tampak dalam laporan rugi-laba. Pengukuran
dengan teknik rate of return ini sering pula disebut dengan istilah “accounting
rate of return” yang perhitungannya dilakukan sebagai berikut:
Average earning after taxes (rata-rata bersih
sesudah pajak):
Average earning after taxes atau rata-rata keuntungan bersih sesudah
pajak dihitung dengan jalan menambah keseluruhan keuntungan bersih sesudah
pajak selama umur proyek, kemudian dibagi dengan umur ekonomis proyek tersebut:
Di mana: Average
EAT = rata-rata keuntungan
∑EAT = total
keuntungan
n = umur ekonomis
Rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak untuk
kedua proyek adalah :
Average EAT proyek A =
= Rp.1.000.000,00
Average EAT proyek B =
= Rp 900.000.00
Average investment (Rata-rata
investasi):
Rata-rata investasi dihitung dengan jalan membagi
dua jumlah investasi. Rata-rata ini mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan
metode depresiasi garis lurus dan tidak ada nilai residu atau salvage value
pada akhir umur ekonomis proyek. Dengan demikian, nilai buku aktiva akan
menurun pada tingkat yang konstan, mulai dari nilai investasi yang semula
sampai dengan Rp 0 pada akhir umur ekonomis proyek. Hal ini berarti bahwa
rata-rata nilai proyek adalah separuh dari nilai jumlah investasi yang semula.
Latarbelakang pemikiran seperti ini sama dengan rata-rata persediaan yag
digunakan dalam perhitungan EOQ yang sudah disajikan didepan.
Rata-rata investasi untuk masng-masingproyek adalah:
Rata-rata investasi =
Rata-rata investasi proyek A =
= Rp 3.000.000.00
Rata-rata investasi proyek B =
= Rp 3.600.000.00
Setelah mengetahui rata-rata laba bersih sesudah pajak
dan rata-rata investasi, maka average rate of return untuk masing-masing proyek
adalah sebagai berikut:
Average rate of return:
Proyek A =
= 0,333
atau 33,33%
Proyek B =
= 0,25
atau 25%
Dari hasil perhitungan di atas maka tampak bahwa proyek A lebih baik
daripada proyek B karena average rate of returnnya lebih besar dibandingkan
dengan average rate of return B.
Metode lain untuk menghitung average rate of return dari suatu proyek. Salah-satu dari metode tersebut menggunakan rata-rata
keuntungan bersih sesudah pajak. Dengan menggunakan metode di atas, maka perlu
terlebih dahulu dihitung rata-rata cash inflow adalah:
Average cash inflow =
Di mana: Average cash inflow = rata-rata cash inflow
∑ cash inflow = total cash inflow
n = umur ekonomis
proyek
Average cash inflow untuk:
Proyek A =
=
Rp 2.000.000.00
Proyek B =
=
Rp 2.100.000.00
Setelah mengetahui jumlah rata-rata inflow, maka perhitungan average
rate of return dengan cara yang kedua adalah sebagai berikut:
Average rate of return =
Average
rate of return untuk masing-masing proyek adalah:
Proyek A =
=
0,6667 atau 66,67%
Proyek B =
=
Dari hasil perhitungan
di atas, maka proyek A menunjukkan average rate of return yang lebih besar
daripada proyek B, dengan demikian. Keadaan proyek A lebih menguntungkan
dibandingkan dengan proyek B.
Ada lagi metode lain
yang sering digunakan dalam menentukan besarnya average rate of return yaitu
dengan menggunakan initial investment sebagai penyebut dan bukannya average
atau rata-rata initial investment. Dengan demikian, average rate of return
untuk masing-masing proyek dapat dihitung sebagai berikut:
Average of return =
Proyek A =
=
0,1667 atau 16,67%
Proyek B =
=
Rp 0,1250 atau 12,5%
Dengan mengggunakan
metode average rate of return, maka keputusan-keputusan sehubungan dengan
usulan proyek mana yang akan diterima harus didasarkan pada perbandingan antara
average rate of return yang diperoleh oleh masing-masing proyek dengan average
rate of return minimal yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Kebaikan-kebaikan
dan kelemahan metode average rate of return
Aspek yang paling
menguntungkan dalam penggunaan teknik average rate of return adalah kemudahan
dalam penerapannya. Input utama yang harus diperoleh adalah jumlah investasi
atau initial investment dan proyeksi keuntungan bersih sesudah pajak, di mana
hal ini tidak terlalu sulit untuk diperoleh.
Adapun kelemahan-kelemahan dari
average rate of return adalah sebagai berikut:
-
Kelemahan
pertama adalah karena penggunaan “accounting income” (keuntungan bersih sesudah
pajak). Akan tetapi hal ini bisa diatasi dengan menggunakan rata-rata cash
inflow seperti yang disajikan dalam cara kedua di atas.
-
Kelemahan
yang kedua adalah pengabaian terhadap nilai waktu dari uang yang akan diterima
pada masa yang akan datang. Seperti sudah dikemukakan dalam pembahasan mengenai
present value, uang Rp 1.00 pada saat ini nilainya lebih besar dibandingkan
dengan Rp 1.00 pada masa yang akan datang, di mana hal ini disebabkan karena
adanya faktor bunga atau “nilai waktu dari uang”. Besarnya perbedaan antara
uang Rp 1.00 saat ini dengan Rp 1.00 setahun kemudian adalah sebesar tingkat
bunga yang berlaku. Perbedaan tersebut dapat diilustrasikan dengan menggunakan
data dalam tabel 2.
Tabel 2
Perhitungan Average Rate of Return
Untuk
Tiga Proyek Capital Expenditure
Proyek
|
|||
Keterangan
|
X
|
Y
|
Z
|
1. Initial
investment
|
Rp
2.000.000,00
|
Rp
2.000.000,00
|
Rp
2.000.000,00
|
2. Rata-rata
investasi
|
Rp
1.000.000,00
|
Rp
1.000.000,00
|
Rp
1.000.000,00
|
Tahun
|
|||
1
|
Rp
200.000,00
|
Rp
4.00.000,00
|
Rp
600.000,00
|
2
|
Rp
300.000,00
|
Rp
400.000,00
|
Rp
500.000,00
|
3
|
Rp
400.000,00
|
Rp
400.000,00
|
Rp
400.000,00
|
4
|
Rp
500.000,00
|
Rp
400.000,00
|
Rp
300.000,00
|
5
|
Rp
600.000,00
|
Rp
400.000,00
|
Rp
200.000,00
|
3. Rata-rata EAT
|
Rp
400.000,00
|
Rp
400.000,00
|
Rp
400.000,00
|
4. Average rate of
return
5. (3) : (2)
|
40%
|
40%
|
40%
|
Sekalipun average rate
of return dari ketiga proyek tersebut di atas adalah sama, yaitu 40%, tetapi
apabila faktor bunga ikut dipertimbangkan maka keadaannya akan lain. Manajer
keuanagn perusahaan akan lebih menyukai proyek Z dibandingkan kedua proyek
lainnya, dan akan lebih menyukai proyek Y dibandingkan dengan proyek X. Hal
tersebut disebabkan karena uang yang lebih besar diterima pada saat ini akan
dapat memberikan return yang lebih besar apabila diinvestasikan kembali pada
proyek-proyek lain, dan hal ini tidak diperhitungkan dalam metode average rate
of return.
2.
Pay Back Period
Perhitungan payback period untuk suatu proyek ynag
mempunyai pola cash inflow yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Perhitungan di atas yang menghasilkan payback period selama 3 tahun
menunjukkan bahwa modal yang diinvestasikan dalam proyek A akan dapat tertutup
selama 3 tahun. Tahun pertama akan tertutup sebanyak Rp 2.000.000,00 tahun
kedua Rp 4.000.000,00 dan tahun ketiga Rp 6.000.000,00.
Dalam hubungannya dengan proyek B maka cara di atas tidak dapat
digunakan karena cash inflow proyek
tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menentukan payback period proyek B
maka perhitungan cash inflow yang diperoleh perlu dilakukan satu per satu,
sebagai berikut:
Initial
investment
Cash
inflow: tahun 1
|
Rp
7.200.000.00
Rp
4.500.000.00 −
|
Belum
tertutup
Tahun
2
|
Rp
2.700.000.00
Rp
2.200.000.00 −
|
Belum
tertutup
Tahun
3
|
Rp
500.000.00
Rp
2.000.000.00 −
|
kelebihan
|
Rp
1.500.000.00
|
Cash inflow yang dibutuhkana dalam tahun ketiga untuk dapat menutup sisa
initial investment adalah sebesar Rp 500.000,00 maka jumlah kebutuhan sebesar
Rp 500.000,00 tersebut hanya menggambrkan 25% dari cash inflow tahun ketiga (Rp
500.000,00 : Rp 2.000.000,00) x 100%. Dengan perkataan lain cash inflow sebesar
Rp 500.000,00 dalam tahun ketiga akan terkumpul dalam waktu 3 bulan (25 x 12
bulan). Dengan demikian, payback period untuk proyek B adalah 2,25 tahun atas 2
tahun 3 bulan. Perhitungan payback di atas dapat disederhanakan apabila dibuat
jumlah kumulatif cash inflow dari tahun ke tahun seperti pada tabel 3 berikut:
Tabel 3
Initial Investment, EAT, Cash Inflow
dan Kumulatif Cash Inflow
Untuk
Kedua Usulan Proyek Perusahaan “Sari Delima” (dalam ribuan)
Proyek A
Initial investment Rp 6.000,00
|
Proyek B
Initial investment Rp 7.200,00
|
|||||
Tahun
|
EAT
|
Cash
inflow
|
Cumulative
cash inflow
|
EAT
|
Cash
inflow
|
Cumulative
cash inflow
|
Rp.
|
Rp.
|
Rp.
|
Rp.
|
Rp.
|
Rp.
|
|
1)
|
1.000,00
|
2.000,00
|
2.000,00
|
3.300,00
|
4.500,00
|
4.500,00
|
2)
|
1.000,00
|
2.000,00
|
2.000,00
|
1.000,00
|
2.200,00
|
6.700,00
|
3)
|
1.000,00
|
2.000,00
|
6.000,00
|
800,00
|
2.000,00
|
8.700,00
|
4)
|
1.000,00
|
2.000,00
|
8.000,00
|
100,00
|
1.300,00
|
10.000,00
|
5)
|
1.000,00
|
2.000,00
|
10.000,00
|
100,00
|
1.300,00
|
11.300,00
|
6)
|
1.000,00
|
2.000,00
|
12.000,00
|
100,00
|
1.300,00
|
12.600,00
|
Dengan adanya data tentang kumulatif cash inflow maka secara langsung
dapat dilihat bahwa initial investment untuk proyek A akan tertutup pada tahun
ke-3, sedangkan payback period untuk proyek B dapat dihitung sebagai berikut:
Payback
period = t
Di mana: t =
tahun terakhir di mana umlah cash inflow belum menutup
initial investment.
B = initial investment.
C =
kumulatif cash inflow pada tahun ke ,t,
D = jumlah kumulatif cash inflow pada tahun
t + 1
Dari contoh yang diberikan di atas, maka payback
period untuk proyek B adalah:
Payback
period B =
= 2 +
0,25 = 2,25 tahun atau 2 tahun 3 bulan.
Dengan membandingkan payback period kedua proyek tersebut maka keadaan
proyek lebih menguntungkan dibandingkan
dengan proyek A karena proyek B dapat menutup modal yang diinvestasikan dalam
waktu yang lebih cepat.
Kebaikan-kebaikan dan Kelemahan Payback Period
Pengukuran usulan proyek capital budgeting dengan menggunakan metode
payback period seringkali dikatakan lebih baik daripada metode average rate of
return karena dalam perhitungannya digunakan cash inflow dan bukannya
accounting income. Di samping itu, payback period juga mempertimbangkian
(walaupun tidak sepenuhnya) secara implisit faktor “timing” atau saat
penerimaan cash inflow, dan dengan demikian faktor waktu dari uang yang akan
diterima. Payback period merefleksikan tingkat likuiditas suatu proyek
(kecepatan dalam menutup kembali modal yang diinvestasikan), dan dengan
demikian pertimbangan tentang risiko untuk dapat segera menutup kembali
investasi dengan cash inflow yang dihasilkan oleh investasi tersebut.Semakin
likuid suatu proyek, semakin kecil risiko yang dihadapi oleh perusahaan,
demikian pula sebaliknya.
Kelemahan utama dari payback period adalah tidak mempertimbangkan
sepenuhnya faktor atau nilai waktu dari uang.Pengukuran payback period
menekankan pada “beberapa cepat modal yang diinvestasikan akan tertutup”
sebenarnya hanya mempertimbangkan secara implisit saat atau timing penerimaan
cash inflow.Kelemahan yang kedua timbul karena adanya suatu kenyataan
sehubungan dengan penggunaan metode payback period yang tidak mempertimbangkan
cash inflow sesudah investasi dalam suatu proyek tertutup.
3.
Net Present Value (NPV)
Net present value adalah salah satu dari teknik
capital budgeting yang mempertimbngkan nilai waktu uang yang paling banyak
digunakan. Definisi atau perhitungan net present value (NPV) dilakukan sebagai
berikut:
NPV =
present cash inflow – present value investasi.
Keputusan tentang apakah suatu proyek dapat diterima atau tidak, akan
sangat tergantung pada hasil perhitungan net present value dari proyek
tersebut.
Untuk menghitung NPV, pertama menghitung present value dari penerimaan
atau cashflow dengan tingkat discount rate tertentu, kemudian dibandingkan
dengan present value dari investasi. Bila selisih antara PV dari cashflow lebih
besar berarti terdapat NPV positif, artinya proyek investasi layak, sebaliknya
bila PV dari cashflow lebih kecil dibanding PV investasi, maka NPV negatif dan
investasi dipandang tidak layak.
Contoh:
Misalnya proyek senilai Rp. 600.000.000,-
menghasilkan cashflow selama 4 tahun masing-masing Rp. 150.000.000,-; Rp.
200.000.000,-; Rp. 250.000.000; dan Rp. 300.000.000,-. Bila diinginkan keuntungan sebesar 15%, maka
NPVnya bisa dihitung sebagai berikut :
|
Tabel 5
Perhitungan Net Present Value (r= 18%)
TAHUN
|
CASHFLOW
|
DISCOUNT FACTOR
R= 15%
|
PRESENT VALUE OF CASHFLOW
|
1
|
150.000.000,-
|
0,870
|
130.500.000,-
|
2
|
200.000.000,-
|
0,756
|
151.200.000,-
|
3
|
250.000.000,-
|
0,658
|
164.500.000,-
|
4
|
300.000.000,-
|
0,572
|
171.600.000,-
|
Total
Present Value of Cashflow
Present
Value of investment
NET
PRESENT VALUE
|
617.800.000,-
|
||
600.000.000,-
|
|||
17.800.000,-
|
Dari perhitungan tersebut diperoleh hasil NPV positif Rp.
17.800.000,- artinya proyek ini layak.
4.
Profitability Index (PI)
Metode profitability index (PI) ini menghitung
perbandingan antara present value dari penerimaan dengan present value dari
investasi. Bila profitability index ini lebih besar dari 1, maka proyek
investasi dianggap layak untuk dijalankan. Metode ini lebih sering digunakan
untuk merangking beberapa proyek yang akan dipilih dari beberapa alternatif
proyek yang ada. Untuk memilih proyek dari beberapa alternatif proyek, yang
diutamakan adalah yang mempunyai profitability index paling besar. Rumus
yang digunakan untuk mencari PI adalah sebagai berikut :
Bila kita menggunakan contoh pada metode NPV, maka bisa
kita hitung profitability indexnya:
PI =
= 1,03
5.
Internal Rate of Return
Internal rate of return (IRR) didefinisikan sebagai
tingkat discount atau bunga yang akan menyamakan present value cash inflow
dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai. Engan
perkataan lain. IRR adalah tingkat discount yang akan menyebabkan NPV sama degan
nol, karena present value cash inflow pada tingkat discount tersebut akan sama
dengan initial inveestment.
Perusahaan mengunakan teknik IRR dalam mengevaluasi
usulan proyek capital budgeting, maka keputusan tentang diterima tidaknya
proyek tersebut akan tergantung pada “beberapa rate of return yng diperoleh
dibandingkan dengan cost of capital yang digunakan sebagai discount factor
dalam memnentukan present value dari cash inflow yang diterima”. Kriteria penerimaan atau penolakan suatu usulan cash
inflow ditentukan sebagai berikut:
Usulan proyek investasi akan diterima apabila:
IRR ≥
cost of capital
Dan akan ditolak apabila:
IRR <
cost of capital
Perhitungan IRR
Perhitungan IRR harus dilakukan secara “trial
and error” (coba-coba) sampai pada akhirnya diperoleh tingkat discount yang
akan menyebabkan NPV sama dengan nol. Penentuan besarnya IRR untuk suatu pola
cash flow yang berbentuk anuiler jauh lebih mudah dibandingkan dengan pola cash
inflow yang tidak sama dari tahun ke tahun (mixed stream of flow). Dengan
menggunakan contoh yang sudah diberikan di depan tentang perusahaan “Sari
Delima” maka IRR untuk proyek A dan B daoat ditentukan sebagai berikut:
Perhitungan IRR untuk cash inflow yang berbentuk
anuitet (proyek A). Perhitungan IRR untuk proyek A dan B dibahas secara
terpisah mengingat pola cash inflow dari kedua proyek terseut berbeda satu sama
lain, dalam artian bahwa pola cash inflow proyek A berbentuk anuitet, sedangkan
pola cash inflow proyek B tidak sama dari tahun ke tahun.
IRR
proyek A
Untuk menentukan IRR proyek A yang cash inflownya
berbentuk anuited, maka diperlukan 3 langkah perhitungan:
1. Hitungbesarnya payback period untuk proyek yang sedang
dievaluasi.
2. Gunakan Tabel !-4 (PVIFAi_n), dan pada baris umur prpoyek
,n, carilah angka yang sama atau hampir sama dengan hasil payback period dalam
langkah 1 di atas. IRR tereltak pada persentase terdekat dari hasil yang
diperoleh.
3. Apabila masih diperlukan, maka dapat dilakukan langkah
ketiga yaitu untuk menentukan besar IRR yng sesungguhnya dari suatu proyek
dengan jalan mengadakan interpolasi.
Contoh: untuk mencari IRR ari usulan proyek
perusahaan “sari Delima” maka IRR untuk proyek A dapat langsung dihitung dengan
menggunakan langkah-langkah yang sudah disebutkan di atas. Langkah pertama
yaitu menentukan payback period dari proyek A.
Payback period proyek A =
= 3.000
Menurut tabel PVIFAi,n (langkah kedua) maka faktor
yang terdekat dengan nilai sebesar 3.000 untuk jangka waktu 6 tahun adalah
3.020 (24%) dan 2,951 (25%). Dengan demikian, IRR proyek a terletak di antara
tingkat discount 24-25%. Dengan membandingkan jarak dari rate yang sesungguhnya
(3.000) dengan PVIFA 24% 6 dan PVIFA 25%,6 maka dapat disimpulkan bahwa IRR
proyek A lebih mendekati 24%.
Untuk menetukan tingkat IRR yang sesunguhnya maka
perlu dilaksanakan langkah ketiga yaitu dengan jalan mengadakan interpolasi
atas hasil yang sudah diperoleh terseut, sebagai berikut:
Interpolasi
|
PVIFAi,n
|
PVIFAi,n
|
24%
|
3.020
|
3.020
|
Rate susungguhnya
25%
|
2,951−
0,069
|
3.000
−
0.020
|
IRR
yang sebenarnya = 24% +
x 1%= 24.28%
Mengingat
cost of capital perusahaan “sari Delima” adalah sebesar 10%, maka IRR proyek A
sebesar 24.28% enunjukkan keadaan yang sangat baik.
IRR
proyek B
Perhitungan IRR untuk cash inflow
tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menghitung IRR cash inflow yang tidak
berbentuk anuitet (mixed stream of cash inflow) jauh lebih kompleks
dibandingkan dengan penghitungan IRR untuk cash inflow yang tidak berbentuk
anuitet. Salah satu cara untuk menyederhanakan perhitungan IRR untuk cash
inflow yang tidak berbentuk anuitet
adalah dengan jalan “menganggap cash inflow tersebut solah-olah” suatu anuitet
dengan jalan mengambil rata-ratanya. Langkah-langkah
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hitunglah rata-rata cash inflow per tahun.
2. Bagilah initial investment dengan rata-rata tersebut
untuk mengetahui “perkiraan” payback period dari proyek yang sedang dievaluasi.
3. Gunakanlah tabel a-4 untuk menghitung besarnya IRR
seperti langkah ke-2 dalam menghitung IRR untuk pola cash inflow yang berbentuk
anuitet. Hasil yag diperoleh akan merupakan “perkiraan IRR”.
4. Kemudian sesuaikanlah (adjust) IRR yang diperoleh dalam
langkah ke-3 di atas (diperbesar atau diperkecil) ke dalam pola cash inflow
yang sesungguhnya. Apabila cash inflow yang sesungguhnya dalam tahun-tahun
pertama ternyata lebih besar dari rata-rata yang dipeoleh dalam langkah 1 di
atas, maka perbesarlah tingkat disvount yang digunakan, dan apabila sebaliknya
maka perkecillah discount tersebut.
5. Denganmengunakan discount rate baru yang diperoleh dalam
langkah ke-4, hitunglah net present value dari proyek tersebut.
6. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari nol, maka
naikkanlah discount rate yang digunakan, dan apabila sebaliknya, maka
turunkanlah discount rate tersebut.
7. Hitunglah kembali NPV dengan menggunakan disrate yang baru, sampai
akhirnya diperoleh discount rate yang secara erurutan menghasilkan NPV yang
positif dan negatif. Dengan mengadakan interpolasi, maka IRR yang sebenarnya
akan dapat ditentukan.
Contoh aplikasi dari ke-7 langkah tersebut di atas ke
dalam data poyek B adalah sebagai berikut:
1. Rata-rata cash inflow = Rp 2.100.000.00 (Tabel 14.1)
2. Perkiraan besarnya payback period: =
=3.429
3. Dalam tabel A-4 (PVIFAi,n) pada ,n.6 tahun diketahui
bahwa nilai yang terdekat dengan 3.429 adalah 3.410 pada discount rate sebesar
19%. Dengan demikian, discount rate sebesar 19% ini akan dijadikan sebgai titik
awal penentuan IRR yang sebenarnya.
4. Karena itu cash inflow pada tahun-tahun pertama lebih
besar dari rata-rata cash inflow maka secara subyektif discount rate tersebut
dinaikan sebesar 3% menjadi 22%.
5. Dengan menggunakan discount rate sebasar 22%, maka
selanjutnya dihitung berapa NPV dari proyek tersebut (lihat tabel6)
6. Karena NPV yang diperoleh dalam langkah 5 di atas masih
jauh lebih besar dari nol, maka discount rate tersebut harus ditingkatkan lagi,
misalnya 26%. Perhitungan NPV pada tingkat discount 26% disajikan pada tabel 7.
Perhitungan pada tabel 7 menunjukkan bahwa dengan discount rate sebesar 26%,
NPV sudah semakin kecil tetapi masih lebih besar dari nol. Dengan demikian
discount rate harus ditingkatkan lagi, dan sekarang kita mencoba untuk
menghitung NPV yang positif dan negatif, maka proses trial and error tersebut
sudah dapat dihentikan karena IRR untuk proyek B.
Tabel 6
Perhitungan NPV Proyek B pada
discount Rate sebesar 22%
Tahun
|
Cash
inflow
(1)
|
PVIF
22%
(2)
|
Present
value
(1) X (2)
|
1
|
Rp
4.500.000,00
|
0,820
|
Rp
3.690.000,00
|
2
|
Rp
2.200.000,00
|
0,672
|
Rp
1.478.400,00
|
3
|
Rp
2.000.000,00
|
0,551
|
Rp
1.102.000,00
|
4
|
Rp
1.300.000,00
|
0,451
|
Rp
586.300,00
|
5
|
Rp
1.300.000,00
|
0,370
|
Rp
481.000,00
|
6
|
Rp
1.300.000,00
|
0,303
|
Rp
393.300,00 +
|
Total
PV cash inflow
PV
initial investment
|
Rp
7.731.600,00
Rp
7.200.000,00 −
|
||
NPV
|
Rp
531.600,00
|
Tabel 7
Perhitungan NPV Proyek b pada
Discount rate Sebesar 26%
Tahun
|
Cash
inflow
(1)
|
PVIF
26 %
(2)
|
Present
value
(1) x (2)
|
1
|
Rp
4.500.000,00
|
0,794
|
Rp
3.573.000,00
|
2
|
Rp
2.200.000,00
|
0,630
|
Rp
1.386.000,00
|
3
|
Rp
2.000.000,00
|
0,500
|
Rp
1.000.000,00
|
4
|
Rp
1.300.000,00
|
0,397
|
Rp
516.100,00
|
5
|
Rp
1.300.000,00
|
0,315
|
Rp
409.500,00
|
6
|
Rp
1.300.000,00
|
0,250
|
Rp
325.000,00 +
|
Total
PV cash inflow
PV
initial investment
|
NPV
|
Rp
7.209.600,00
Rp
7.200.000,00 –
Rp
9600,00
|
Perbandingan Antara Teknik NPV dan
IRR
Perbedaan pokok di antara kedua pendekatan ini
terletak pada asumsi tentang discount rate yang digunakan sebagai dasar
perhitungan bagi penginvestasian kembali
cash inflow yang diperoleh. NPV mengasumsikan bahwa cash inflow yang diterima diinvestasikan kembali
pada tingkat cost of capital atau discount rate minimum yang digunakan dalam
perhitungan sebelumnya, sedangkan IRR mengasumsikan bahwa cash inflow yang
diterima diinvestasikan kembali pada tingkat discount sebesar IRR.
Apabila benar cash inflow yang diterima tersebut
dapat diinvestasikan lagi pada tingkat discount sebesar IRR, maka teknik IRR
akan memberikan hasil yang sebenarnya, dan apabila tidak demikian halnya, maka
sebaiknya digunakan teknik NPV.
Salah satu cara untuk memecahkan konflik tersebut
adalah dengan jalan mencari IRR dari kelebihan/incremental cash inflow. Istilah
incremental di sini dimaksudkan sebagai kelebihan jumlah investasi dan cash
inflow dari suatu proyek terhadap proyek lainnya.
Contoh:
Untuk mempermudah perhitungan, maka dibawah ini akan
diberikan sebuah contoh tentang 2 buah proyek yang mempunyai cash inflow untuk
jangka waktu 1 tahun.
Perusahaan “X” sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk
membeli salah satu dari dua mesin yang tersedia, mesin F dan mesin G. Mesin F
membutuhkan initial investment sebesar Rp 60.000,00, sedangkan mesin G sebesar
Rp 100.000,00. Cash inflow yang dihasilkan oleh masing-masing mesin tersebut
adalah Rp 72.000,00 untuk mesin F dan Rp 118.000,00 untuk mesin G. Cost of
capital ditetapkan sebesar 10%.
Tabel 8
Perbandingan
Antara Mesin F dan G
Keterangan
|
Tahun
0
|
Tahun
1
|
|
investasi
|
Cash
inflow
|
||
Mesin
F
|
(Rp 60.000,00)
|
Rp 72.000,00
|
20%
|
Mesin
G
|
(Rp 100.000,00)
|
Rp 118.000,00
|
18%
|
Mesin
(F-G)
|
(Rp 40.000,00)
|
Rp 46.000,00
|
15%
|
**Perhitungan IRR untuk masing-masing proyek dilakukan dengan cara yang
sama seperti sebelumnya
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka secara
sederhana pilihan akan jatuh pada mesin F karena IRR-nya lebih besar dari pada
mesin G. Tetapi apakah memang benar demikian? Apabila NPV kedua mesin tersebut
dihitung dengan menggunakan cost of capital sebesar 10% maka ternyata mesin G
lebih menguntungkan karena NPV-nya lebih besar dibandingkan dengan mesin F.
Perhitungan NPV untuk kedua mesin tersebut adalah :
Mesin
F
Cash inflow
PVIF 10% Present
value cash inflow
Rp 72.000,00 0,909 Rp 65.448,00
Initial investment (Rp 60.000,00)
NPV
mesin F Rp 5.448,00
Mesin G
Rp 118.000,00 0,909 Rp 107.000,00
Initial investment Rp 100.000,00
NPV
mesin G Rp
7.262,00
Dari hasil perhitungan NPV tersebut ternyata bahwa mesin G mempunyai NPV
yang lebih besar Rp 7.262,00 dibandingkan dengan mesin F yang NPV-nya hanya
sebesar Rp 5.448,00. Perbandingan di atas menunjukkan bahwa teknik IRR tidak
mempertimbangkan besarnya atau “scale” dari net present value yang dihasilkan
oleh suatu proyek. Selanjutnya dari hasil perhitungan dalam tabel 14.13 di
atas, ternyata IRR untuk incremental (G-F) adalah sebesar 15% dimana hal ini masih
lebih besar daripada cost of capital yang ditetapkan.
Grafik NPV dan IRR
Hubungan antara NPV dengan discount factor dapat
ditunjukkan dalam sebuah grafik yang disebut dengan istilah “net present value
profile”. Dalam grafik tersebut digambarkan net present value untuk tingkat
discount yang berbeda-beda dan tingkat discount di mana tercapainya IRR maka
net present value adalah nol. Net present value profile untuk proyek A dan B
(berdasarkan data yang disajikan dalam tabel 1) dapat dibuat sebagai berikut
(lihat gambar 1).
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa pada tingkat
discount rate sebesar 0%, NPV untuk masing-masing proyek adalah sebesar selisih
antara cash inflow dengan initial invesment. Net present value proyek A pada discount rate sebesar
0% adalah Rp 6.000.000,00 dan proyek B sebesar Rp5.400.000,00. Dengan semakin
besarnya discount rate, maka selisih NPV kedua proyek tersebut akan semakin
mengecil dan pada discount rate sekitar 12%, NPV untuk kedua proyek tersebut
relatif lama. Selanjutnya pada discount rate di atas 12% NPV untuk proyek B
akan lebih besar di bandingkan
dengan NPV proyek a. NPV untuk kedua proyek masih tetap positif sampai
dengan tingkat IRR-nya masing-masing 24,29% untuk proyek A dan 26,08% untuk
proyek B.
Gambar 1
Net Present Value Profile untuk
Proyek A dan B
Teknik Mana yang Lebih Baik: NPV
Ataukah IRR?
Teknik NPV
dengan IRR. Kelebihan teknik NPV antara lain:
a. NPV
mengasumsikan bahwa cash inflow yang sudah diterima sebelum berakhirnya umur
proyek, diinvestasikan lagi pada tingkat discount sebesar cost of capital
perusahaan, sementara teknik IRR mengasumsikanbahwa investasikembali tersebut
dilakukan pada tingkat IRR di mana hal ini seringkali tidak realistis.
b. Bukanlah
suatu hal yang tidak biasa terjadi dalam pola cash flow yang non konvensional
di mana suatu proyek memiliki leih dari satu IRR. IRR yang lebih dari satu ini
disebabkan karena aspek matematik dalam perhitungan-perhitungan yang dilakukan,
(pembahasan mengenai proyek yang mempunyai lebih dari satu IRR tidak akan dibahas
dalam bku ini).
c. Dalam
keadaan-keadaan tertentu, mungkin saja suatu proyek tidak mempunyai IRR.
Teknik NPV
tidak mengandung kelemahan seperti yang disebutkan diatas, maka secara teoritis
teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik IRR. Akan tetapi sekalipun
demikian, banyak perusahaan-perusahaan besar yang lebih menyukai teknik IRR
daripada teknik NPV. Hal ini disebabkan karena IRR lebih mudah dihubungkan
dengan data finansial perusahaan.
Untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan diatas teknik mana yang lebih baik, NPV atau IRR? Maka
jawaban yang dapat diberikan adalah: “secara teoritis NPV yang lebih baik”.
6.
Capital Rationing
Tujuan daripada capital rationing adalah untuk memilih di antara
proyek-proyek tersebut yang akan memaksimumkan atau yang akan memberikan
kontribusi yang paling besar kepada pemilik perusahaan. Secara umum hal
tersebut dilakukan dengan jalan memilih proyek-proyek yang akan memberikan
total net present value yang tertinggi.
Pendekatan Internal Rate of Return
Dengan menggunakan pendekatan internal rate of return dalam capital
rationing, maka IRR dari masing-masing proyek akan dibandingkan dengan modal
yang sudah dibudgetkan untuk melakukan investasi. Penilaian tersebut akan
dimulai dari IRR yang tertinggi sampai ke IRR yang terendah. Dengan menarik
sebuah garis dari titik rate if return minimum yang ditetapkan akan dapat
diketahui proyek-proyek mana saja yang dapat diterima, dan langkah selanjutnya
adalah membandingkan proyek-proyek yang dapat diterima tersebut dengan jumlah
budget yang tersedia.
Contoh:
Perusahaan “Bianglala Putih” memiliki modal sejumlah
Rp 20.000.000,00 untuk diinvestasikan, dan pada saat ini perusahaan sedanga
mempertimbangkan 6 buah proyek.Jumlah investasi dan IRR untuk masing-masing
proyek disajikan pada tabel 9.
|
Tabel 9
Jumlah
Investasi dan IRR untuk Masing-Masing Proyek
Proyek
|
Initial
Invesment
|
IRR
|
Ranking
|
A
|
Rp 8.000.000,00
|
12%
|
1 B
|
B
|
Rp 7.000.000,00
|
20%
|
2 C
|
C
|
Rp 10.000.000,00
|
16%
|
3 E
|
D
|
Rp 4.000.000,00
|
8%
|
4 A
|
E
|
Rp 6.000.000,00
|
15%
|
5 F
|
F
|
Rp 11.000.000,00
|
11%
|
6 D
|
Diketahui
bahwa cost of capital perusahaan “Bianglala Putih” adalah sebesar 10%. Gambar 2
menyajikan susunan dari proyek yang sedang dievaluasi berdasarkan urutan
besarnya IRR.
Menurut gambar 2 maka hanya proyek B, C dan E saja yang dapat diterima.
Ketiga proyek tersebut akan menyerap dana sebesar Rp 23.000.000,00 dari jumlah
besar Rp 25.000.000,00 yang dibudgetkan. Proyek D tidak perlu dipertimbangkan
karena rate of return yang dihasilkan lebih dari cost of capital yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar